Mahkamah Konstitusi Larang Pemerintah dan Perusahaan Ajukan Gugatan Pencemaran Nama Baik

Jakarta, 11 Oktober 2025 – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan bersejarah yang dinilai sebagai langkah maju bagi kebebasan berekspresi di Indonesia. Dalam sidang yang digelar pada akhir April 2025, MK secara resmi melarang pemerintah, lembaga negara, dan perusahaan untuk mengajukan gugatan pencemaran nama baik (defamation) terhadap individu, termasuk aktivis, jurnalis, maupun masyarakat umum.
Putusan ini merupakan hasil dari uji materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diajukan oleh sejumlah aktivis lingkungan dan pegiat kebebasan berekspresi. Mereka berpendapat bahwa ketentuan lama dalam UU ITE sering digunakan untuk membungkam kritik publik, terutama yang ditujukan kepada pejabat, institusi negara, maupun korporasi besar.
Alasan dan Pertimbangan Hukum
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan bahwa hanya individu yang secara pribadi merasa dirugikan oleh suatu pernyataan yang berhak mengajukan gugatan pencemaran nama baik. Pemerintah, lembaga, atau badan hukum bukanlah subjek yang memiliki perasaan atau martabat pribadi yang dapat “dicemarkan”.
“Negara tidak boleh menjadi pihak yang merasa tersinggung oleh kritik rakyatnya,” ujar salah satu hakim konstitusi dalam pembacaan putusan. “Kritik terhadap kebijakan publik merupakan bagian dari hak kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi.”
Dampak Putusan
Keputusan ini disambut positif oleh berbagai kalangan, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), jurnalis, dan aktivis hak asasi manusia. Mereka menilai, putusan ini akan mempersempit ruang kriminalisasi terhadap kritik dan menjadi tonggak penting dalam memperkuat demokrasi serta transparansi pemerintahan di Indonesia.
Namun, beberapa pakar hukum mengingatkan bahwa masyarakat tetap harus berhati-hati dalam menyampaikan pendapat. “Kritik tetap harus berbasis data dan disampaikan secara etis. Putusan ini bukan berarti bebas menghina atau menyebar fitnah,” jelas pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, Dr. Rahmat Prasetyo.
Reaksi Pemerintah dan Dunia Usaha
Pemerintah menyatakan akan menghormati putusan MK dan segera melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UU ITE di lapangan. Sementara itu, kalangan dunia usaha berharap ada pedoman hukum yang jelas untuk membedakan antara kritik konstruktif dan serangan yang bersifat merugikan secara bisnis.
“Perusahaan tentu harus siap menghadapi kritik publik, terutama terkait dampak lingkungan atau kebijakan internal. Tapi di sisi lain, perlu aturan agar fitnah tidak dibiarkan beredar tanpa tanggung jawab,” ujar Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam konferensi pers singkat.
Langkah ke Depan
Putusan ini dianggap membuka babak baru bagi praktik demokrasi digital di Indonesia. Pemerintah dan lembaga hukum kini dituntut untuk membenahi penegakan UU ITE agar lebih seimbang antara perlindungan kehormatan pribadi dan kebebasan berekspresi.
Dengan adanya keputusan ini, Indonesia diharapkan semakin dekat menuju tatanan hukum yang menjunjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sosial bagi semua warga negara.
